Buluh yang Patah

Sepatah dua patah kata,
Yang menghunjam ulu hati.

Aku sudah biasa,
Katamu.

Setitik dua titik air mata,
Yang tanpa sadar bergulir.

Kau berdusta,
Kataku.

Memang paling hebat manusia,
Berkata lain dari yang dirasa.
Memang paling khatam manusia,
Berdalih membela yang menyakiti.

Dibutakan, ditulikan,
Oleh yang dikira cinta.
Sampai kering air mata,
Sampai habis pembelaan.

Mau sampai kapan diremuk?
Mau sampai kapan dirajam?

Apa lagi yang bisa kau berikan,
Segenggam buluh untuk kemudian ia patahkan?

Aku belum mati, katamu.
Aku masih bisa, katamu.
Aku masih cinta anak-anakku, bisikmu.

Tetapi anakmu belum lagi mengerti.

23 JANUARY 2016, 06:31 pm